Yang terhormat:
Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI)
Sehubungan dengan terbitnya Fatwa MUI nomor 56 Tahun 2016
tertanggal 14 Desember 2016, tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan
Non-Muslim, perkenankanlah saya menyampaikan
beberapa catatan dan
pertanyaan berikut:
1. Di dalam judul
dan butir-butir keputusan fatwa tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan
bahwa yang dimaksud dengan istilah Non-Muslim adalah umat atau pemeluk agama Kristen (=Nasrani). Namun dari latar belakang dan
konteks terbitnya fatwa ini dapat
dipahami bahwa yang
dimaksud dengan istilah
itu adalah umat
Kristen.
2. Di dalam fatwa tersebut tidak secara rinci disebut
apa-apa saja yang dimaksud dengan atribut ataupun simbol keagamaan non-muslim
yang dinyatakan haram, kendati pada Keputusan, butir Ketentuan Umum, dinyatakan
bahwa “dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan atribut keagamaan adalah sesuatu
yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu
dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan
keyakinan, ritual ibadah,
maupun tradisi dari
agama tertentu.”
3. Kendati tidak disebut secara rinci, namun dapat diduga
bahwa yang dimaksud adalah pernik-pernik hiasan yang digunakan banyak orang
untuk merayakan Hari Natal, misalnya: pohon terang dengan berbagai hiasannya,
bintang, lonceng, topi sinterklas, topi
bertanduk rusa, kereta
salju, lilin, dsb.
4. Sampai sekarang gereja Kristen
(yang terdiri dari berbagai aliran dan organisasi) belum pernah membuat
konsensus tentang atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu.
Bahkan ada juga gereja yang tidak merayakan hari Natal dan tidak menggunakan simbol salib.
Atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu muncul dari tradisi
sebagian gereja, terutama yang di Barat (Eropa dan
Amerika), yang kemudian disebar ke seluruh
penjuru dunia, termasuk
Indonesia .
5. Produksi, penyebaran, dan perdagangan benda-benda itu
tidak mempunyai hubungan langsung dengan iman Kristen, termasuk iman kepada
Yesus Kristus, yang diimani umat Kristen sebagai Tuhan Allah yang menjelma
menjadi manusia, serta sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Penyebaran,
produksi, dan perdagangan benda-benda itu lebih dimotivasi oleh hasrat untuk mendapat
keuntungan material; itulah sebabnya orang-orang yang terlibat di dalam
aktivitas itu berasal dari berbagai penganut agama. Bahkan boleh jadi orang
yang tak beragama pun ikut memproduksi dan memperdagangkannya. Karena itu saya
tidak mempersoalkan atau berkeberatan kalau Komisi Fatwa
MUI menyatakan bahwa menggunakan,
memproduksi, menyebarkan, dan memperdagangkan
benda-benda atau atribut-itu
adalah haram.
6. Di dalam fatwa itu, pada bagian konsiderans (Mengingat
dan Memperhatikan), berulang kali dikutip ayat Kitab Suci Al Qur’an, Hadits
Nabi Muhammad/Rasulullah SAW, dan pendapat sejumlah tokoh Islam, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa orang-orang non-muslim itu adalah kafir. Perkenankan
saya bertanya: apa/siapa yang dimaksud oleh Komisi Fatwa
MUI dengan kafir? Apakah semua
orang non-muslim adalah kafir, termasuk umat Kristen ?
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) memang dikatakan bahwa kafir adalah “orang yang tidak percaya kepada
Allah dan rasul-Nya”. Bila inilah pengertiannya
maka lebih dari
5 milyar penduduk
dunia adalah kafir.
7. Sepengetahuan saya, Nabi Muhammad SAW bergaul dengan
akrab dan bersahabat dengan banyak orang Kristen
(Nasrani) dan tidak pernah menyebut mereka kafir. Di
dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip pada konsiderans Fatwa MUI
ini pun tidak ada hadits Nabi
yang menyebut orang Kristen
sebagai kafir.
8. Karena itu, bila Komisi
Fatwa MUI ,
sehubungan dengan atribut keagamaan non-muslim, menyebut umat Kristen sebagai kafir, perlulah Komisi Fatwa MUI
memberi penjelasan dan mengemukakan argumen yang kuat. Saya bersedia diundang
untuk mendiskusikan hal ini dalam
suasana persahabatan dan
persaudaraan.
9. Dengan itu pula saya mengimbau Komisi Fatwa
MUI agar tidak menerbitkan fatwa
yang bisa ikut menambah panas suasana dan suhu kehidupan di negeri kita ini,
sebaliknya menyampaikan fatwa ataupun pendapat yang mendatangkan kesejukan.
Izinkanlah umat Kristen di Indonesia merayakan hari Natal (kelahiran) Yesus
Kristus, yang kami yakini sebagai Tuhan dan
Juruselamat dunia, dalam
suasana tenteram dan
sejahtera.
Pdt. Prof. Jan S.
Aritonang, Ph.D. Guru Besar
Sekolah Tinggi Teologi
Jakarta Jalan Proklamasi 27
Jakarta Pusat 10320 e-mail:
jansaritonang@gmail.com
cc:
1. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
2. Pemimpin dan dosen STT Jakarta
3. Sejumlah rekan
*dipublikasikan atas ijin dari Pdt. Prof. Jan S Aritonang.